Dipublikasikan pada: 20 Nov 2007
Tuesday, 20 November 2007 22:18
Penulis seri buku 365 Hari Bersama
Ujaran Rasulullah, dan Quranic Society.
TENTANG BUKU QURANIC SOCIETY
Apa yang pertama kali Ustadz pikirkan sewaktu
menulis buku Quranic Society? Waktu saya mulai
menulis buku ini, diskusi tentang civil society dan masyarakat madani sedang
hangat di ruang publik. Saya ingin tahu apakah Al-Qurán sendiri punya gagasan
asli tentang masyarakat yang baik atau tidak.
Di kalangan umat Islam
sendiri berkembang dua pendapat. Yang satu mengatakan Al-Quran atau agama Islam
memiliki konsep negara yang lengkap dan mendetail. Sementara yang lain
menyatakan tidak ada aturan secara khusus, yang menyangkut model dan cara
bernegara. Saya merasakan ada satu ruang yang belum dibahas, yaitu bagaimana
Al-Qurán menjelaskan masyarakat yang baik itu?
Menurut
Ustadz, apa yang paling menarik sewaktu membaca kitab-kitab rujukan sewaktu menulis
buku ini? Konsep
amar ma'ruf nahi mungkar. Inilah konsep yang paling kuat ditegaskan dalam
Al-Qur'an. Tetapi apa yang saya temukan berbeda dengan pandangan-pandangan yang
umum selama ini untuk amar ma'ruf nahi mungkar.
Sebenarnya,
masyarakat yang diidealkan Al-Qurán itu tidak mengutamakan bangunan keimanan. Yang
diutamakan justru hukum-hukum kemasyarakatan yang bersifat universal. hukum-hukum
kemasyarakatan itu dalam konsep Al-Qur'an dinamakan ma'ruf dan yang merusak
hukum-hukum kemasyarakatan itu disebut mungkar.
Nah
siapapun orangnya, meskipun tidak beriman sekalipun, kalau dia membangun
peradaban masyarakat dan bernegara dengan memakai konsep amar ma'ruf nahi
munkar dalam Al-Qur'an maka akan berhasil. Dulu Ibnu Taimiyah pernah
mengatakan bahwa "Pemerintah yang adil, biarpun tidak beriman kepada Tuhan
sekali pun.. maka akan berhasil.. tapi pemerintah yang zalim, tidak adil,
korup, biarpun mereka beriman kepada Tuhan, beragama, maka akan hancur."
Ini
juga menjadi salah satu jawaban bagi pertanyaan ttg orang-orang yang amal
ibadahnya mantap, shalatnya baik, wirid-dzikirnya rajin, imannya kuat, tapi
dalam percaturan ekonomi kok kalah? Awalnya saya juga tidak mendapatkan jawaban,
ternyata selama ini Al-Qur'an dipahami keliru oleh umat.
Contoh
dari amar ma'ruf nahi mungkar?
Dalam
skala masyarakat itu berarti penegakan aturan bersama. Mencegah setiap
pelanggaran. Niscaya masyarakat akan baik. Masyarakat akan harmonis, tegak, dan
ideal sehingga akan menghasilkan masyarakat yang kohesif dan harmonis.
Dalam
konteks negara adalah penegakan hukum. Siapapun orangnya kalau hukum ditegakkan
maka hasilnya akan baik. Apapun agamanya, atau tidak beragama sekali pun.
Coba
kita lihat mayoritas negara maju, tingkat korupsinya nol. Seperti negara-negara
Skandinavia, aturan hukum mereka tegakkan, sama untuk semua warga negara. Cina
juga sudah seperti itu. Peraturan dan hukum mereka jalankan, bukannya dilanggar
seperti kita disini. Separuh lebih dari yang dianjurkan Al-Qur'an sudah mereka amalkan. Mereka telah menjalankan
amar ma'ruf nahi mungkar. Walaupun belum ideal seluruhnya.
Termasuk
pengertian amal saleh. Selama ini amal saleh dipahami hanya sebagai amal ritual
seperti shalat, puasa, zikir, dan haji. Amal ritual itu tanda orang beriman belum
menjadi tanda orang yang beramal saleh. Kalau orang itu rajin ritualnya maka
itu tandanya dia beriman. Al-Qur'an menyatakan kalau mau sukses maka amanu
wa ámilus shalihah (beriman dan beramal saleh).
Amal
shaleh adalah segala aktivitas yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan
masyarakatnya. Misalnya seorang penemu yang menemukan cara mendeteksi gempa
atau mendeteksi gelombang tsunami, ini amal shaleh. Penemuannya bermanfaat bagi
orang banyak. Orang yang membuat rencana jangka panjang agar hidupnya berhasil,
dengan belajar dan bekerja keras, jujur dan ulet, ini juga amal saleh. Amal
saleh ini tidak terkait dengan agama tertentu. Amal saleh ini universal.
Kebanyakan umat Islam itu imannya bagus, tapi amal salehnya belum banyak.
Apakah
ada contoh dimasa Rasulullah, ketika amar ma'ruf nahi munkar itu dijalankan
atau tidak dijalankan? Kita
bisa lihat contoh Perang Uhud dimasa Rasulullah. Umat Islam kalah waktu itu,
banyak korban yang jatuh. Perang Uhud dipimpin Nabi Muhammad sendiri, dan diikuti
oleh para sahabat utama. Tapi kok kalah? Apakah iman nabi turun? Tidak mungkin.
Apakah iman para sahabat utama turun? Tidak mungkin juga. Penjelasanya adalah
ada satu persyaratan utama yang belum terpenuhi yaitu tidak berjalannya amar
ma'ruf nahy mungkar. Kenapa saya katakan seperti itu? Karena tidak
dipatuhinya komando Nabi Muhammad oleh sebagian sahabat yang ditugaskan memantau
musuh dari atas bukit. Mereka semuanya turun ke bawah. Ketika pasukan musuh
menyerbu, antisipasinya sudah terlambat. Karena tidak ada pasukan yang
memantau. Ini menyebabkan pasukan yang dipimpin Nabi Muhammad akhirnya kalah.
Contoh
dari Perang Uhud menunjukkan ajegnya sunnatullah. Biarpun mereka beriman,
tetapi mereka tidak mematuhi hukum yang sudah disepakati bersama. Mereka gagal.
Jadi ada satu hal penting yang membuat perang itu gagal, amar ma'ruf nahi
munkar yang tidak dijalankan.
Tuhan
menciptakan dunia ini beserta ketentuan-ketentuan yang berlaku di dunia, untuk
semua orang. Beriman atau tidak beriman. Itu bagian dari sifat Ar-Rahman. Yaitu
kasih sayang Allah yang meliputi siapa saja dan apa saja yang berada di alam
semesta. Nah, kita perlu mengetahui, dan menjalankan tata cara atau sunnatulah
di dunia ini. Dalam bahasanya Sayyid Quthub, penulis kitab Fi Zhilalil Qurán,
umat islam tidak boleh hanya mengandalkan iman kalau mau berhasil dalam
percaturan dunia ini. Ada aspek lain yang harus dijalankan untuk melengkapi
iman, yaitu amal saleh, amar ma'ruf nahy munkar, dan juga mampu secara
cerdas memahami sunnatullah.
Apa
hikmah paling besar dari kegagalan perang uhud untuk kita sekarang?
Sebaiknya
kita meyakini bahwa Allah telah menetapkan hukum yang universal bagi keberhasilan
atau kegagalan di dunia ini. Ini berlaku untuk semua orang. Ini sebaiknya dipelajari
oleh umat Islam.
Ada
orang yang mengatakan bahwa ia sudah rajin shalat, shalat sunnah plus wirid dan
zikir semuanya, tapi kok tidak berhasil-berhasil juga? Sebenarnya ia sudah
benar. Sudah beriman. Tetapi belum menambahkan satu hal lagi, belum manjalankan
sunnatullah, yaitu ketentuan-ketentuan Tuhan yang ada di dunia ini agar
berhasil.
Walaupun
ukuran sebenarnya dari rahmat dan ridha Allah bukanlah kesejahteraan finansial
atau materi, tetapi kalau orang hendak mencari kesejahteraan materi di dunia
ini, maka ia harus mengikuti sunnatullah.