Dipublikasikan pada: 02 May 2024
John Elkington (1997) merumuskan Triple Bottom Line atau tiga faktor  utama operasi perusahaan: faktor manusia, ekonomi (profit), serta  lingkungan (planet). Ketiga faktor ini disebut triple-P (3P): people,  profit, and planet.
Ketiga faktor ini berkaitan satu sama lain.  Masyarakat bergantung pada ekonomi. Sementara ekonomi dan keuntungan  perusahaan bergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan ekosistem  global. Inilah yang sering disebut sebagai tanggung jawab sosial  perusahaan (corporate social responsibility).
Ketiga faktor  inilah yang diyakini Neville Isdell & David Beasley dalam buku ini  mampu menghadirkan keberkahan dalam berbisnis. Buku berjudul Inside  Coca-Cola ini mengajak para pebisnis untuk peduli pada masyarakat dan  lingkungan. Mutualisasi antara perusahaan dan masyarakat dan lingkungan  dapat menumbuhkan kepercayaan konsumen. Pada gilirannya, perusahaan akan  tetap eksis bahkan semakin berjaya.
Coca-Cola merupakan salah  satu merek minuman bersoda yang paling tersohor dan tersukses di dunia.  Branding produknya mampu menembus berbagai bahasa, budaya, dan  batasan-batasan alamiah lainnya. Produk itu hingga kini dijual di  berbagai restoran, toko, dan mesin pengecer di lebih dari 200 negara,  sebuah pangsa pasar yang sangat fantastis. 
Tentu, sukses hasil  kerja keras dari para aktor yang menukangi Coca-Cola. Di samping itu,  Neville Isdell & David Beasley mengungkapkan tabir di balik  kesuksesan Coca-Cola. Menurut dua pelopor revolusioner Coca-Cola ini,  CSR memiliki kontribusi besar dalam mendulang kesuksesan sebuah  perusahaan. Sayangnya, faktor ini sering dilupakan banyak perusahaan.
Dalam  perspektif usaha jangka panjang yang harus lebih diperhatikan  perusahaan adalah kesadaran akan segudang tanggung jawab sosial  perusahaan. Hal ini sebagai kewajiban organisasi usaha dalam rangka  melindungi lingkungan dan memajukan masyarakat di mana organisasi dan  pasar perusahaan berada (hlm 127).
Tanggung jawab sosial dunia  bisnis bukanlah pemaksaan, tekanan, ancaman, melainkan didasari kaidah  moral, komitmen sosial, dan etika bisnis. Tanggung jawab sosial dunia  usaha dipengaruhi berbagai kekuatan, yaitu norma sosial dan budaya,  hukum serta regulasi, praktik dan budaya organisasi. Jadi, boleh  dikatakan dia terbentuk karena dorongan kemanfaatan, moralitas, dan  keadilan (hlm 173).
Oleh karenanya, dibutuhkan kerja sama yang  aktif dengan institusi pemerintah dalam berbagai level. Yang paling  penting adalah dukungan dan partisipasi anggota masyarakat lewat LSM  atau lainnya dalam mengatasi isu-isu dan realitas sosial di masyarakat.  Ini merupakan suatu harapan umum dan bagian dari tanggung jawab bisnis  masa kini dan yang akan datang.
Kesuksesan berkat pelaksanaan CSR  yang digagas Neville Isdell & David Beasley bukan tanpa bukti atau  hanya Coca-cola yang mengalaminya. Misalnya, sebuah studi selama 2 tahun  yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri  dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche  Bank, Electrolux, dan Gerling. Studi menemukan bahwa pengembangan produk  yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa  menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak  profitabilitas, dan menjamin kemudahan dalam mendapat kontrak atau  persetujuan investasi.
Sebaliknya, fakta kontraproduktif sering  ditemui ketika perusahaan hanya mengejar keuntungan dan melupakan etika  sosial. Berbagai konflik sosial tidak jarang berujung pada tindakan  anarkis hingga penyegelan.
Buku ini mengajak para pebisnis untuk  melaksanakan etika perusahaan melalui CSR. Perusahaan sebagai sebuah  sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri  sendiri. Perusahaan memerlukan kemitraan yang timbal balik dengan  institusi lain, khususnya masyarakat. 
Diresensi Emi Rosyidatul M, mahasiswi, tinggal di Yogyakarta
Judul  : Inside Coca-Cola
Penulis         : Neville Isdell & David Beasley
Penerbit : Esensei, Erlangga Group
Cetak         : I, September 2012
Tebal  : 247 halaman
ISBN  : 9780312617950